Pages

Sunday, December 25, 2011

The Unfortunate Series of Cabbages

taken from random googling


Atas nama pencitraan :p, jarang sekali saya menuliskan perasaan saya yang sebenar-benarnya di media sosial. Tapi terkadang, saat kantong keluhan telah penuh, ada juga perasaan yang tidak sengaja menetes di sana-sini. Hmm, postingan ini salah satunya. Hmm, sangat tidak penting dan annoying. Watchout :D

Kantong keluhan imajiner saya kali ini meluber-luber karena saat saya sedang tegang fisik dan mental menjelang ujian kelulusan, kemampuan 'habluminannas' turun drastis. Nah, kemampuan yang turun drastis ini kemudian membuat saya menghadapi orang lain dengan raw, lupa mengendalikan analisis dan lidah, lupa melindungi perasaan orang lain. Maka saya paling ngeri berinteraksi dengan individu-individu yang lembut hati dan vulnerable pada keadaan seperti itu. Because soft-hearted and vulnerable people will look like cabbages when i'm the knife. Instinctly, i want to cut them to pieces, rite? Dan tadaaaa, berjejerlah barisan teman-teman sakit hati terkena omongan jahat saya..

Well i know i'm not at no-fault point. Tapi tapi tapi........  :p

Tapi kadang saya merasa agak tidak adil juga kalau setiap yang lembut-lembut langsung dianggap korban, sedangkan yang keras-keras (*oho,bias ya) langsung dicap sebagai the evil doer. Padahal banyak alternatif kemungkinan selain pakem so-called-evil jahat, so-called-angel baik. Untuk referensi, coba lihat film You Again atau drama korea My Love, Patzzi dan Cinderella's Stepsister (*referensi yang tidak meyakinkan ya :p). Terkadang si angel-lah si antagonis berjiwa manipulatif atau keduanya protagonis, hanya saja terjebak dalam situasi yang salah.

Jadi, jadi, jadi, wahai para pribadi klise yang dengan tergesa-gesa melabeli sharp=evil doer, soft=holly angel, coba berpikirlah dengan lebih menyeluruh sambil membuka mata, hati, telinga lebar-lebar. Dan bagi para lelembut yang merasa pernah tersakiti perlakuan kejam saya, gunakan 5-10 menit waktu senggang untuk berpikir ulang dengan kepala dingin. Kalau kamu ingin saya mengerti, sudahkah saat itu kamu mengerti keadaan saya? Kalau kamu lelah menghadapi kata-kata tajam saya, apa saya tidak boleh lelah menghadapi kegoyahan hatimu? Kalau kamu berkeras dan berkata "saya tidak goyah!", apa saya tidak boleh bilang "saya hanya berusaha jujur" ?

Ah, sudahlah. Enough curhat-curhatan ababil. Off to cut the cabbages (*hey, it,s for salad) :)
p.s:errrrr,title taken from random memories 

Monday, November 28, 2011

The First Daughter's Horror


Ini postingan random dan sedikit galau oleh saya, yang sedang sibuk jadi time-waster dan sibuk pula cari-cari alasan untuk men-skip pengerjaan skripsi (lagi). Padahal tinggal revisi sedikit (definisi 'sedikit' agak bias,sih.haha), maka saya sudah bisa berteriak 'Hasta La Vista Kehidupan Mahasiswa!' dengan lantang.

Intinya sih, saya lagi pengin cerita tentang betapa beratnya beban hidup sebagai first daughter, err, anak perempuan pertama maksudnya, fyi: (tentu saja) bapak saya bukan presiden. Ah ya, saya first granddaughter juga dari kedua pihak orangtua saya. Beban hidup itu adalah ditanya-tanya dan digadang-gadang untuk segera walk down the aisle dengan pasangan yang seiman, mapan, dan tampan. Heheu.

Awalnya sih, topik itu cuma diangkat sesekali ketika saya berkunjung ke rumah nenek yang terletak di desa, dengan hubungan antartetangga yang masih sangat erat. Kalau yang ini saya tidak merasa tergengges karena sudah terjadi sejak saya menginjak remaja. Para panelis pun hanya tetangga-tetangga yang standar usia pernikahannya berbeda dengan saya dan keluarga. Saya malahan senang karena kerap diperbincangkan dengan kalimat seperti: 'aduh,putune wes perawan', dalam artian sudah cukup dewasa. Somehow, disebut perawan membuat saya merasa seksi, entah apa hubungannya :p

Tapi lambat laun usia saya pun mendekati usia standar pernikahan keluarga saya. Dan para nenek serta tante mulai menjadi gerah. Setiap ada reuni keluarga besar dan beberapa sepupu jauh sebaya membawa calon pasangannya, saya waswas mengamati reaksi para tante. Mata para tante tajam mengawasi saya, tersenyum senang seperti melihat barang diskonan, or else. Hehe.

Akhir-akhir ini do'a nenek setiap saya memeluknya saat datang berkunjung juga agak di-improve. Yang dulunya hanya mencakup poin anak berbakti dan kesuksesan akademis, kini ditambah (i've guessed this before, sigh) jodoh. Dan makin hari do'a tentang poin terakhir ini makin eksplisit dan detail.

Pergerakan nenek yang sangat smooth ini membuat saya lengah dan lupa dengan barisan para tante. Sampai suatu hari, tante yang terdekat dengan saya mengajak ngobrol berdua, wajahnya penuh senyum. Hm, saya merasakan dorongan ingin lari. Ada yang tidak beres. Tante berbicara dengan sangat smooth juga sih, tapi substansi dialog ini jelas sangat hardcore.

"Kamu mau nggak, Tante kenalkan dengan....."

Nooooooooooooooooooooooooo. Jangan Tanteeeeeee, saya masih terlalu mudaaaaaaaaaaaaa......

Rupanya Tante menyadari muka saya yang memucat, bibir membiru, dan senyum tipis saya yang mirip psikopat Ibu Dara.

"Kalau nggak mau, nggak pa-pa sih. Tapi mbok ya pacarnya sesekali dibawa ke sini, dikenalin," Tante tersenyum malu-malu. Saya jauh lebih malu lagi.

Setelah peristiwa horor babak pertama, yang unfortunately rasanya bukan yang terakhir itu, kehidupan saya kembali (agak) normal. Tidak ada acara reuni keluarga dalam waktu dekat sehingga saya bisa bernafas lega..... sampai kemarin. Sampai sebelum saya mendengar percakapan Ibu dengan teman lamanya di telepon. Fyi: saya tidak menguping, saya sedang mengobrol santai dengan Ibu saat ada telepon masuk, dan Ibu membiarkan saya mendengar percakapan itu. Entah kenapa saya harus menjelaskan, ya (O_o)\

Ibu : Kapan mampir ke rumah?
Teman : Nanti aja kalau 'njenengan mantu
Ibu : ........... (lalu menoleh ke arah saya dengan senyum senang seperti melihat barang diskonan)

Lalu saya bersiap untuk adegan babak berikutnya, saya buka gulungan skenario kehidupan asmara (yang diinginkan keluarga) dengan hati berdebar-debar,,

Title : First Daughter's Horror
Author : Destiny
Chapter Two

Fade in........



ps: image taken from marieclaire via dramabeans

Sunday, August 28, 2011

141 or 142 days to go


Kebiasaan buruk kalau sudah kumat stalking adalah nemuuu aja keburukan dan kekurangan diri sendiri dibanding dengan korban stalkingan. Huah. Kegiatan gak sehat, bikin penat, tapi semoga Tuhan tidak sampai melaknat :#)

Saturday, July 9, 2011

Otjehan Skripser part 1

Beberapa hari lalu, ayah meletakkan dua buah buku di meja belajar saya. La Tahzan dan La Tahzan untuk wanita, karangan Aidh al Qarni, bersamaan dengan pesan untuk membacanya dan mengurangi kegemaran membaca novel. Saya kaget. Apa ayah saya tahu kalau novel yang saya pinjam itu kebanyakan novel erotis? Haha. Bercanda.

Saya jelas menyukai La Tahzan bahkan hanya dengan membaca resensinya dan scanning pada 5 detik pertama. Ini karena La Tahzan banyak menggunakan sumber Al Qur'an sebagai pembanding ulasannya. Al Qur'an ini satu-satunya buku yang saya percayai sepenuh hati. Yang saya yakini sebagai hadiah keren dari Tuhan dan tanpa tendensi.

Sayangnya saya belum memiliki rasa tertarik yang sama pada La Tahzan untuk wanita karena pada scanning 5 detik pertama, saya melihat acuannya pada Al Qur'an tak sebanyak La Tahzan. Dan cara penyampaiannya sedikit terasa menggurui. Saat saya badmood, mungkin cara penyampaian seperti itu saya sebut dengan merendahkan kemampuan intelegensia perempuan. Tapi berhubung saya sedang goodmood, maka saya mencoba berprasangka baik. Hehe.

Hari ini saya membaca satu subbab pendek yang berjudul "Isi Waktu Luang Dengan Berbuat!". Berikut petikan paragrafnya ;
       " Bila pada suatu hari anda mendapatkan diri anda menganggur tanpa kegiatan, bersiaplah untuk bersedih, gundah, dan cemas! Sebab dalam keadaan kosong itulah pikiran anda akan menerawang kemana-mana; mulai dari mengingat kegelapan masa lalu, menyesali kesialan masa kini, hingga mencemaskan kelamnya masa depan yang belum tentu anda alami..."
Paragraf di atas benar-benar pas dengan keadaan saya sampai saya curiga si bapak Aidh al Qarni terinspirasi menulis subbab ini setelah bertemu saya di jalan. Haha.

Sebenar-benarnya, saya tidak bisa disebut sedang menganggur tanpa kegiatan. Saya jelas sedang digelendoti skripsi yang mangkrak hampir empat bulan penuh. Tetapi rasa malas yang terlalu berat untuk saya tanggung ini, halah, selalu berhasil merayu saya untuk mencari distraksi dari skripsi. Yang saya lakukan tiap hari cuma mencari ransum snack di kulkas, membuat latte, duduk manis di meja belajar, membuka laptop, menancapkan modem, lalu....... browsing hal-hal yang menyimpang dari rencana menggarap skripsi. Meminjam istilah teman kampus saya, Alvin Zakky, yang membedakan mahasiswa tingkat akhir menjadi mahasiswa yang berniat mengerjakan skripsi dan berpura-pura mengerjakan skripsi, saya jelas seorang fanatik kubu kedua.


Kemalasan mulai menggerogoti ketika satu hari saya lewati tanpa menyentuh si kekasih yang terkhianati ini #skripsi. Satu hari menjadi dua lalu tiga lalu hitungannya melompat jadi mingguan. Sungguh ngeri ketika saya menoleh ke belakang, tapi saya terjebak dalam roller coaster kemalasan yang melaju dengan kecepatan penuh, yang operatornya ketiduran dan lupa menekan tombol stop setelah satu putaran. Oke, deskripsi saya barusan agak berlebihan, tapi intinya... ya begitulah.

Jadi mari, saya, dan anda sekalian mahasiswa tingkat akhir, mari kita kembali ke pelukan skripsi. Mari kita putuskan hubungan dengan kemalasan. Mari kita sambut masa depan cerah ceria!

"Berhenti dari kesibukan itu kelengahan, dan waktu kosong adalah pencuri yang culas.....", -La Tahzan-

Saturday, June 4, 2011

cute crush (?)

Saya ingat suatu kali, pas lagi suka2 nya sama seorang teman lelaki, dia bercerita tentang perempuan yang disukainya. Obvious enough kalau saya bertepuk sebelah tangan lah ya. Haha. Hm, saya kenal juga sama si perempuan ini. Eh, waktu itu belum kenal, sih. Hanya tahu sama tahu. "The Girl" mirip sekali dengan pemeran utama drama-drama korea yang sejak dulu memang favorit saya. Imut, cantik, kreatif. Wah, sangat menyenangkan dijadikan teman pokoknya. Tapi berhubung waktu itu saya lagi gandrung pada lelaki yang gandrung pada the girl, saya harus ambil posisi sebagai rival dong, ya *yang kalau dipikir2 lagi, ini sangat nggak penting banget gitu lohh*

Sebagai rival yang baik dan benar *heheh*, saya sering curi-curi pandang kalau melihat the girl di suatu tempat. Saya lihat cara duduknya, berjalan, berbicara, tertawa, memesan makanan di kantin.... wah, saya jadi terdengar semacam maniak sesama jenis. Tapi.. well, that's ridiculously the fact. Bagian stalkingnya, bukan maniaknya. Hehe. Tujuannya sih, tentu, untuk mengetahui kelebihan the girl. Siapa tahu ada yang bisa saya aplikasikan pada diri sendiri. Siapa tahu juga, si teman lelaki jadi berubah haluan dan naksir saya? *alay*

Semakin dilihat, the girl ini semakin kiyut. Gerak-geriknya semakin adorable, sangat tidak sehat untuk atmosfer rivalitas kami. Sampai suatu hari, saya melihat teman lelaki yang saya sukai itu berdua-duaan dengan the girl. Aaaahhhhh, saya tidak sukaaaa. Jangan dekati idola sayaaaaa................. Adegan hancurnya hati saya waktu itu adalah sesuatu yang wajar.



Kalau kecemburuan saya tertuju pada the girl.
Tapi tidak. Saya cemburu pada the.....boy.
Karena sekarang (sekarangnya saat itu), saya menyukai the girl.
Haha. -_-"

Lalu setelah sekian lama saya tidak bertemu the girl, hari ini accidentally saya nemu dan membaca blog-nya. Wah, dia masih imut >.<

Ngeri.

Ah, saya memang selalu silau melihat yang imut-imut.
Itu masih dalam batas normal kan, ya? Hahah *nervous*

image source:bright-gift.net

Tuesday, May 3, 2011

Ini tentang Lucu. Eh, 'Lucu'.

Saat berkendara pulang dari kampus sore tadi, saya tiba-tiba teringat komentar seorang teman tentang kebiasaan saya yang dianggapnya tidak wajar. Kebiasaan berkata 'lucu'. Maksudnya, saya sering menyebut apa-apa yang saya lihat sebagai lucu. Makanan enak itu 'lucu'. Sepatu kesayangan? lucu. Adik kelas ganteng yang menyapa saya di parkiran kampus juga 'lucu'.

Sebenarnya, saya bukan satu-satunya pemakai istilah lucu ini. Beberapa teman, semuanya perempuan, dan hei, semuanya jomblo (perlu ada penelitian lebih lanjut tentang fakta ini, tapi itu lain cerita), juga menggunakan 'lucu' dalam dialog sehari-hari. Apalagi kalau sesama perempuan jomblo (hehe) ini sedang ngumpul, ngopi-ngopi cantik, hampir ratusan (oke, tidak separah itu sih) kata lucu digunakan, dengan definisi masing-masing.

Ketika ada yang berkomentar sinis, biasanya teman lelaki, tentang penggunaan kata yang dianggap menyimpang ini, banyak teman perempuan saya yang hanya tersenyum malu-malu, sedikit sekali yang angkat bicara. Dari sedikit yang mencoba mengutarakan pendapat itupun biasanya hanya nyeletuk "ah nggak pa-pa.kan emang lucu". hueh, it doesn't help. Plus, membuat kaum hawa jadi terlihat neurotik. hehe

Saya pribadi, tidak menganggap 'hal itu' salah. sungguh, saya bisa menjelaskan kronologinya. Sangat sederhana dan sangat masuk akal.

Jadi mari kita mulai dari mengamati hal-hal yang disebut lucu dengan penggunaan istilah lucu yang diperluas. Katakanlah, seperti contoh saya di atas, makanan enak, sepatu kesayangan, dan brondong ganteng. Ketiganya adalah hal yang menyenangkan. Garis bawahi; menyenangkan.

Sekarang ingat, 'menyenangkan' dalam bahasa inggris disebut fun. Kemudian, perhatikan sebuah kata sifat dalam bahasa inggris. Funny. Merasakan sesuatu yang familiar? Ya! akar kata funny adalah fun.

Maka sebenarnya, funny bermakna menyenangkan.

Lalu, buka kamus bahasa inggris anda atau jalankan program google translate. Masukkan funny, terjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Sudah keluar hasilnya?

AHA. LUCU bukan?

Jadi, kita bisa menarik kesimpulan,  penggunaan 'lucu' untuk menyebutkan hal-hal yang menyenangkan sama sekali tidak menyimpang. Hal ini wajar dan dibenarkan oleh grammar.

Masuk akal? :D
hmm, mungkin tidak juga bagi anda. Tapi bagi saya (pribadi), ini make sense pol. dan tolong jangan tertawa, atau berpikir terlalu serius. Ini adalah latihan saya, persiapan untuk menjadi pengasuh kolom bahasa! Majalah Tempo suatu hari nanti.

p.s: Substansi tulisan ini mungkin benar-benar ngawur dan manfaatnya pun nol besar. Tapi.....lucu kan? >_<     

Friday, April 29, 2011

host-body for neurotic monster

one step forward, two steps back.
my feeling is like a hurricane.
-sorry boyzone, i ruin your lyrics ;D

it's hard to be such moody-doodie person.
harder if you got neurotic perfectionist personality (read:madness).
a neurotic perfectionist person, refers to the definition written on wiki, unable to feel satisfaction because in their own eyes they never seem to do things [well] enough to warrant that feeling of satisfaction.
that definition has been proven. by me myself.

actually, i want to know how to overcome this neurotic thing?
any motivation stuff put ugly smirk on my face.
yes, i've been being rebellion of the optimist nation and its optimistic way of life.

the neurotic monster has always found something to block the lights.
logically, naturally, fast.

what should i do?
S.O.S

Sunday, February 13, 2011

jungle pull out the jerk

*judul postingan ini aneh dan diragukan tingkat korelasinya, lupakan saja*


Berada di alam terbuka akan menunjukkan jati dirimu yang sebenarnya.

Kuotasi di atas asli buatan saya, terinspirasi oleh rasa kantuk saat menulisnya *weh* dan ingatan akan petualangan akhir bulan kemarin.

Petualangan itu sebenarnya terlarang, karena Ibu selalu mewanti-wanti agar saya tidak pergi ke pantai atau danau tanpa pengawasan beliau, Bapak, atau suami saya di masa depan. Wew. Larangan keras ini bersumber dari hilangnya seorang kawan Ibu di laut jaman beliau masih kuliah #ngeri membayangkan Ibu yang dulunya terkenal senang memakai rok mini. Seingat saya, ini satu-satunya hal yang dilarang keras oleh Ibu, selebihnya saya selalu diberi kebebasan penuh untuk menentukan apa yang akan saya lakukan. Maka, pikiran akan Ibu yang saya langgar kepercayaannya cukup membuat saya merasa bersalah sepanjang perjalanan ke Pulau S, pulau kecil di selatan Malang.

Tapi..yah..apa yang terjadi, terjadilah.. *jreng*

Saya berpetualang ke Pulau S bersama beberapa orang kawan. Mencarter angkot sampai ke pantai S, lalu menghabiskan lima belas menit menyeberang menggunakan perahu motor kecil ke pulau S. Tujuan saya dan teman-teman adalah laguna di ujung pulau. Laguna ini terbentuk dari air laut yang menerobos masuk daratan lewat karang yang berlubang.

Laguna ini sangat tersohor keindahannya dan pernah juga saya temukan sebagai background foto mas-mas yang saya idolakan semasa masih menjadi mahasiswa baru :) Ini membuat saya sangaaat penasaran ingin menapak sendiri pasir putih laguna bersangkutan. Hehe.

Tapi ternyata perjalanan menuju laguna cukup tidak manusiawi. Apa memang saya yang ngawur nekat berangkat di musim hujan? Mungkin tracking di musim kemarau lebih masuk akal? entahlah..

Yang jelas saya dan teman-teman tak menemukan jalan aspal *ya iyalah* di sana. Karena pulau S adalah pulau konservasi, yang "seharusnya tidak menjadi tujuan wisata, namun hanya untuk obyek penelitian" -seperti diungkapkan bapak polisi hutan-, jalanan menuju laguna khas hutan hujan tropis. Jalanannya terdiri atas tanah becek, kubangan lumpur semata kaki hingga sedengkul, pohon tumbang, akar, ranting, plus karang-karang tajam yang sangat menarik. Sangat Menarik jika dibaca saja dari buku. Musibah jika dihadapi secara nyata #lebayatun.



Track yang menyulitkan itu yang memicu kemunculan kuotasi di awal tulisan saya ini. Saat berjuang menghadapi lumpur yang menghisap kaki dan semangat itulah, tampak sifat dominan seseorang. Sifat dominan yang mungkin dalam keseharian tertutupi atau sengaja dimanipulasi, muncul ke permukaan ketika berhadapan dengan medan yang berat. Orang yang biasanya tampak care, di luar dugaan, menjadi sangat selfish setelah beberapa kali terpeleset tanah berlumpur dan tergores duri serta karang.

Seorang teman yang tiap harinya saya aniaya di kota *tsah* karena ke-letoy-annya, hehe, ternyata sangat santai dan menikmati perjalanan maut itu. Saya, yang sering sok-sokan menulis hobi 'berpetualang', mati kutu, tak siap menghadapi asyiknya spa lumpur. Ah, di kehidupan lalu saya memang bukan b*bi yang suka berkubang-kubang di lumpur #alasan

Saat-saat yang memedihkan itu sedikit banyak memberikan gambaran jernih tentang diri saya yang terkadang saya sendiri sulit pahami. Saya ternyata tak suka-suka amat berpetualang, apalagi yang ribet seperti itu. Saya hampir menangis ketika sudah terjatuh sekitar keseribu kalinya *halah* dan yang menahan saya menitikkan air mata dan pasrah berkubang saja di kolam lumpur, hanyalah rasa penasaran dan gengsi.

Itu, suka penasaran dan gengsian. Saya.

Dua hal yang semakin saya samarkan keberadaannya seiring bertambahnya usia. Saya mati-matian belajar berbagai ekspresi untuk meng-cover rasa penasaran saya yang membunuh banyak kucing #ini peribahasa itu loh. Saya juga bergaya humble dan nrimo sehingga orang-orang yang tak terlalu mengenal saya, tak terlalu merasakan aura gengsian yang menguar dengan bau lebih tajam daripada bibit parfum itu.

Dan hutan pulau S dengan sukses melucuti keduanya.
Teman yang selalu saya bully di dunia modern, sebut saja Mauli, nama sebenarnya, dengan sigap menarik tangan saya ketika saya duduk-duduk dalam lumpur sambil cemberut setelah terpeleset. Dia tersenyum-senyum kecil melihat ekspresi muak di muka saya. Senyum simpulnya seperti menyuarakan “gitu kamu biasane sok-sok an”. Heh, tunggu saja Mauli, setelah kita kembali ke peradaban, derajat aniaya saya ke kamu akan saya tingkatkan. Hahaha >:D

Alam liar yang sanggup menarik keluar kepribadian tersembunyi seseorang *opini ngawur lagi* memunculkan lampu menyala diiringi bunyi tring di atas kepala saya. Ha, kalau ada orang yang terlalu baik atau terlalu annoying sebaiknya dibawa jalan-jalan dulu lah menikmati rimba, siapa tahu mereka punya sisi tersembunyi. Mengenal mereka lebih jauh lewat alam akan mencegah under serta over-estimation kepribadian. Saya juga berencana untuk mengajak calon suami berpetualang ke pulau S. Jika ternyata sifatnya mayak, tinggal ajak menaiki tebing yang mengarah ke lepas laut selatan lalu menendangnya hingga jatuh :D

Saturday, January 22, 2011

Sufiaana

Saya menyukai musik India yang lembut dengan alunan gendang yang sangat bubbly di telinga. Banyak teman yang mencemooh kesukaan saya ini, kebanyakan menganggap musik ini tidak cocok untuk usia kami yang 'dewasa muda'. Musik ini juga seringkali dicap sebagai musik 'alay' karena sering terdengar dari lapak-lapak apak di pasar yang kumuh. Entahlah, saya rasa komentar seperti itu terlalu offensive dan tidak berdasar. Tidak pernah ada musik golongan atas atau bawah. Musik indah dengan caranya masing-masing, tergantung pilihan pendengarnya. Lhah, kok jadi defensif. hehehe..

Well, kembali pada musik kesukaan saya. Saya tidak menyukai segala jenis musik India, hanya yang lembut saja(sangat berlawanan dengan perilaku saya :p). Dan kebetulan, beberapa hari yang lalu, saya tanpa sengaja menemukan situs yang menyediakan album Sufiaana, kumpulan lagu-lagu sufi India yang dapat diunduh secara gratis. Lagu-lagu sufi enak didengar dan sarat makna. Para pengarang dan penyanyinya telah diakui secara internasional seperti AR Rahman, Javed Ali, dan Nusrat Fateh Ali Khan. Lagu-lagu ini juga, walaupun banyak digunakan sebagai soundtrack film-film romantis, dinyanyikan sepasang kekasih sambil berlari-lari di taman, sejatinya bercerita tentang kecintaan pada Tuhan. Sounds nice,huh?

Saya baru mengunduh track Sufi-love, yang banyak digunakan di film-film itu. Semuanya indah menurut saya, dan beberapa judul seperti Jashn E Baharaa, Bolna Halke Halke, dan Iktara menjadi penghuni tetap list winamp saya. Manis, memanjakan pendengaran...

Album Sufiaana dapat diunduh di http://www.airvoice.biz/sufiaana-the-complete-sufi-experience.html

keywords : whimper,exaggerate

I'm actually bored with the opening sentence "it's been a while since my last posting, blah.. blah.." but that's the fact anyway. There're always such space between my posting, according to my on-off mood #apology :)

Today i'm quite in the mood to write some weird thought of mine, useless one by the way, so don't bother..
These few days i'm on the low-mo-almost-depressed mind because of my academic stuff. Such a shame. Some people may say my academic life is just okay, or good, but it's like the worst for me. I get adequate reason for my whimper. I have five close-college-friends, two of them will graduate this week, three other on the way working over their 'skripsi', all of them got cumlaude GPA, and..... here i am. Still have one subject to take, not yet get the call for 'kknp', no idea for 'skripsi', and have an average GPA. Sigh.

That thing makes me feel like i've failed.
Like i have no future anymore. I'm the only one who suffer in this world. Fi, the righteous martyr. Heheh.
I was on that exaggerated worries for a week. I didn't want to socialize, just did anything pointless in my bedroom. Went out just to the bathroom or kitchen. Thank God my weight is stable. If it doesn't, maybe now i'm at a hundred kilos. Well, exaggerated.

Thank God again for creating my bond-by-fate and tied-by-blood sisters. Both of them inspire me, give me motivation, and courage as well, to dream again. To be 'me' as always. The dreamy, optimistic one. To take a step eagerly, riding my motorcycle without staring at the rearview mirror too much. We don't know yet what's to come, we can just do the best and pray. Sounds cliche, but i believe in that #faithful

There is no average me. Life experiences of every person cannot be compared. We are unique, great on our own way. No whimpers, bud. Let's reach our dream and enjoy the life! *sounds like a session in MarioTeguh GoldenWays.whatever.keh keh keh :D

and hey, i wish one day i will be in this place. My dear friends always said that i'm too wishful, but, who knows? Merciful God, hug my wishes. Amin..
 (i like the 'daily' place one other than the tourism object.it's more mesmerizing in my weird point of view:)