Pages

Sunday, February 13, 2011

jungle pull out the jerk

*judul postingan ini aneh dan diragukan tingkat korelasinya, lupakan saja*


Berada di alam terbuka akan menunjukkan jati dirimu yang sebenarnya.

Kuotasi di atas asli buatan saya, terinspirasi oleh rasa kantuk saat menulisnya *weh* dan ingatan akan petualangan akhir bulan kemarin.

Petualangan itu sebenarnya terlarang, karena Ibu selalu mewanti-wanti agar saya tidak pergi ke pantai atau danau tanpa pengawasan beliau, Bapak, atau suami saya di masa depan. Wew. Larangan keras ini bersumber dari hilangnya seorang kawan Ibu di laut jaman beliau masih kuliah #ngeri membayangkan Ibu yang dulunya terkenal senang memakai rok mini. Seingat saya, ini satu-satunya hal yang dilarang keras oleh Ibu, selebihnya saya selalu diberi kebebasan penuh untuk menentukan apa yang akan saya lakukan. Maka, pikiran akan Ibu yang saya langgar kepercayaannya cukup membuat saya merasa bersalah sepanjang perjalanan ke Pulau S, pulau kecil di selatan Malang.

Tapi..yah..apa yang terjadi, terjadilah.. *jreng*

Saya berpetualang ke Pulau S bersama beberapa orang kawan. Mencarter angkot sampai ke pantai S, lalu menghabiskan lima belas menit menyeberang menggunakan perahu motor kecil ke pulau S. Tujuan saya dan teman-teman adalah laguna di ujung pulau. Laguna ini terbentuk dari air laut yang menerobos masuk daratan lewat karang yang berlubang.

Laguna ini sangat tersohor keindahannya dan pernah juga saya temukan sebagai background foto mas-mas yang saya idolakan semasa masih menjadi mahasiswa baru :) Ini membuat saya sangaaat penasaran ingin menapak sendiri pasir putih laguna bersangkutan. Hehe.

Tapi ternyata perjalanan menuju laguna cukup tidak manusiawi. Apa memang saya yang ngawur nekat berangkat di musim hujan? Mungkin tracking di musim kemarau lebih masuk akal? entahlah..

Yang jelas saya dan teman-teman tak menemukan jalan aspal *ya iyalah* di sana. Karena pulau S adalah pulau konservasi, yang "seharusnya tidak menjadi tujuan wisata, namun hanya untuk obyek penelitian" -seperti diungkapkan bapak polisi hutan-, jalanan menuju laguna khas hutan hujan tropis. Jalanannya terdiri atas tanah becek, kubangan lumpur semata kaki hingga sedengkul, pohon tumbang, akar, ranting, plus karang-karang tajam yang sangat menarik. Sangat Menarik jika dibaca saja dari buku. Musibah jika dihadapi secara nyata #lebayatun.



Track yang menyulitkan itu yang memicu kemunculan kuotasi di awal tulisan saya ini. Saat berjuang menghadapi lumpur yang menghisap kaki dan semangat itulah, tampak sifat dominan seseorang. Sifat dominan yang mungkin dalam keseharian tertutupi atau sengaja dimanipulasi, muncul ke permukaan ketika berhadapan dengan medan yang berat. Orang yang biasanya tampak care, di luar dugaan, menjadi sangat selfish setelah beberapa kali terpeleset tanah berlumpur dan tergores duri serta karang.

Seorang teman yang tiap harinya saya aniaya di kota *tsah* karena ke-letoy-annya, hehe, ternyata sangat santai dan menikmati perjalanan maut itu. Saya, yang sering sok-sokan menulis hobi 'berpetualang', mati kutu, tak siap menghadapi asyiknya spa lumpur. Ah, di kehidupan lalu saya memang bukan b*bi yang suka berkubang-kubang di lumpur #alasan

Saat-saat yang memedihkan itu sedikit banyak memberikan gambaran jernih tentang diri saya yang terkadang saya sendiri sulit pahami. Saya ternyata tak suka-suka amat berpetualang, apalagi yang ribet seperti itu. Saya hampir menangis ketika sudah terjatuh sekitar keseribu kalinya *halah* dan yang menahan saya menitikkan air mata dan pasrah berkubang saja di kolam lumpur, hanyalah rasa penasaran dan gengsi.

Itu, suka penasaran dan gengsian. Saya.

Dua hal yang semakin saya samarkan keberadaannya seiring bertambahnya usia. Saya mati-matian belajar berbagai ekspresi untuk meng-cover rasa penasaran saya yang membunuh banyak kucing #ini peribahasa itu loh. Saya juga bergaya humble dan nrimo sehingga orang-orang yang tak terlalu mengenal saya, tak terlalu merasakan aura gengsian yang menguar dengan bau lebih tajam daripada bibit parfum itu.

Dan hutan pulau S dengan sukses melucuti keduanya.
Teman yang selalu saya bully di dunia modern, sebut saja Mauli, nama sebenarnya, dengan sigap menarik tangan saya ketika saya duduk-duduk dalam lumpur sambil cemberut setelah terpeleset. Dia tersenyum-senyum kecil melihat ekspresi muak di muka saya. Senyum simpulnya seperti menyuarakan “gitu kamu biasane sok-sok an”. Heh, tunggu saja Mauli, setelah kita kembali ke peradaban, derajat aniaya saya ke kamu akan saya tingkatkan. Hahaha >:D

Alam liar yang sanggup menarik keluar kepribadian tersembunyi seseorang *opini ngawur lagi* memunculkan lampu menyala diiringi bunyi tring di atas kepala saya. Ha, kalau ada orang yang terlalu baik atau terlalu annoying sebaiknya dibawa jalan-jalan dulu lah menikmati rimba, siapa tahu mereka punya sisi tersembunyi. Mengenal mereka lebih jauh lewat alam akan mencegah under serta over-estimation kepribadian. Saya juga berencana untuk mengajak calon suami berpetualang ke pulau S. Jika ternyata sifatnya mayak, tinggal ajak menaiki tebing yang mengarah ke lepas laut selatan lalu menendangnya hingga jatuh :D