Pages

Thursday, September 9, 2010

cerpen ganjil bagian satu

Wawawawawawawawawa. Saya senangggg sekali. Ini adalah tiga hari setelah saya memerjer dua blog saya menjadi satu agar lebih terurus. Konsekuensinya memang ada beberapa follower(cuma satu atau dua,seingat saya) yang hilang. Huhu,maaf teman-teman, ini kesalahan teknis, saya tidak memback-up link dulu dan main impor impor saja. Semoga kita berjumpa lagi di lain waktu. Huhuuuu,,,

Konsekuensi lain adalah tulisan-tulisan yang jadi bilingual. Hehe. But it's not a big problem, rite? Foreign language-nya hanya bahasa Inggris yang sudah jamak dipakai orang kok, bukan bahasa Tagalog atau apa...

Ohya, kali ini saya akan mem-post sebuah cerita pendek aneh yang berjudul aneh pula, bikinan saya dua tahun lalu, kurang lebih. Rencananya akan saya muat dalam beberapa bagian agar tidak memegalkan kepala pembaca (hah.kalimat apa ini)...

Ok, fasten your seatbelt, sediakan kantong untuk muntah and check it out,,

Lumpur Kentang Biyan

“Aku sudah nunggu satu jam tapi Kak Ucan gak datang, Tod”, airmataku hampir menitik. Kupandangi wadah kue berwarna pink muda transparan di tanganku. Lumpur kentang yang kubuat susah-payah tampak pucat, lembek, dan menyedihkan di dalamnya.

“Cuma ada dua kemungkinan. Dia hilang ingatan atau mati waktu mau ke sini.” Ekspresinya dingin tapi aku merasa hangat sangat menengadah memandangi wajahnya yang bersegi. Dia sendiri butuh dihibur tapi malah menghiburku. Aku tiba-tiba merasakan kehadiran Kak Ucan, bau parfumnya, debaran jantung dengan kombinasi aneh yang hanya terjadi saat ada dia. Aku menangis frustasi. Aku akan melemparkan kotak kueku ketika Toddy mengambilnya lalu memelukku erat-erat.

“Biar aku yang makan”, kata Toddy sambil menangkupkan tangannya di kepalaku seperti memegang anak kucing. Aku terisak semakin dalam.

---

Toddy diare selama dua hari berturut-turut setelah menghabiskan lumpur kentang spesial buatanku. Berminggu-minggu ia tidak doyan memakan apapun yang sedikit mirip dengan kue lumpur. Dia tidak mau meminum jus mangga atau makan pisang bakar yang menurutnya berwarna seperti kue lumpur. Karena kekonyolan itu, aku hampir lupa dengan perasaanku yang carut-marut karena kepergian Kak Ucan dan janji yang dibatalkan secara sepihak olehnya. Aku juga diam-diam bersyukur karena yang merasakan hasil eksperimen gagalku bukan kak Ucan yang kupuja. Kalau benar-benar Kak Ucan yang menjadi korban, bisa-bisa aku sekamar dengan Melissa, kakak Toddy. Ups, tapi jangan sampai Toddy tahu pengandaian yang menyinggung hati ini.

“Pinter juga itu si Raushan, lari dari kue beracunmu. Hamsiong!”, Toddy memaki. Aku tertawa getir. Au revoir, kak Ucan.

-to.be.continued.as.soon.as.possible-

0 comments:

Post a Comment